Sabtu, 13 April 2013

Pedang Allah Azza wa Jalla.

"Malam pengantin bersama wanita yang aku cintai tidak lebih aku sukai dari pada malam yang dingin bersama sekelompok muhajirin menunggu pagi, berjihad melawan musuh."

Khalid bin Al Walid "Sang Pedang Allah" Radhiyallahu 'Anhu  menjelang wafat beliau. Beliau adalah seorang sosok pejuang sejati pilih tanding, panglima perang yang tangguh gagah berani melawan angkara murka, pedang terhunus yang menghancurkan kesombongan orang-orang yang enggan sujud kepada Rabb-nya.

Beliau termasuk salah seorang  pemuka Quraisy. Pada masa Jahiliah beliau dipercaya sebagai pembawa genderang dalam persiapan peperangan dan orang terdepan dalam pasukan berkuda. Nama lengkap beliau adalah Khalid bin Al-Walid bin Al Mughirah bin Abdullah Al Quraisyi Al Makzumi, berkuniah Abu Sulaiman. Ibu beliau adalah Lubabah binti Al Harits Al Kilaliah saudari dari istri Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Maimunah ummul mukminin Radhiyallahu 'Anha.

Khalid bin Walid Radhiyallahu 'Anhu masuk Islam pada tahun 7 H sebelum perang Khaibar. Amr bin Al 'Ash Radhiyallahu 'Anhu mengisahkan, "Dalam perjalananku menuju Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, aku bertemu dengan Khalid bin Al Walid yang datang dari Makkah. Kejadian itu sebelum perjanjian Hudaibiyyah. Aku bertanya, 'Mau kemana engkau wahai Abu Sulaiman?' Ia menjawab, 'Demi Allah, aku datang untuk masuk Islam.' Aku menimpali, 'Aku pun datang untuk masuk Islam.' Kami bersama-sama menghadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, kemudian kau mendekat untuk membai'at beliu Shallallahu 'Alaihi wa Sallam."

Kisah-kisah heroik beliau banyak menghiasi lembaran buku sejarah perjuangan Islam. Pada perang Mu'tah tahun 8 H, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengutus Zaid bin Haritsah sebagai pemimpin pasukan. Apabila Zaid syahid maka digantikan oleh Ja'far bin Abi Thalib, kemudian Abdullah bin Rawahah. Ketika kaum muslimin kehilangan ketiga pemimpin yang ditunjuk ini, segera Khalid bin Al Walid mengendalikan situasi, beliau segera mengambil panji perang dan memimpin kaum muslimin menerjang musuh-musuh Allah. Imam Al Bukhari meriwaytkan dari shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, bahwa pada saat bersamaan di Madinah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengabarkan dahsyatnya pertempuran tersebut, beliau bersabda [yang artinya], "Zaid membawa bendera perang setelah ia terbunuh diambil oleh Ja'far, ketika Ja'far terbunuh dipeganglah oleh Abdullah dan ia pun terbunuh." Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bercerita sambil kedau mata beliau yang mulia berlinang air mata. Kemudian beliau bersabda [yang artinya], "Maka diambilah bendera tersebut oleh sebuah pedang dari pedang-pedang Allah, sehingga Allah berikan kemenangan atas orang kafir."

Beliau Radhiyallahu 'Anhu adalah orang yang diutus oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk menghancurkan berhala 'Uzza. Setelah penaklukan kota Makkah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengutus Khalid ke daerah Nakhlah, tempat berhala 'Uzza. Khalid menghancurkan bangunan berhala tersebut kemudian melaporkannya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda [yang artinya], "Engkau belum berbuat apa-apa." Beliau menyuruh Khalid untuk kembali. Sesampai di tempat berhala 'Uzza, Khalid dihadang oleh para juru kunci berhala tersebut sambil berteriak-teriak memenggil 'Uzza. Maka keluarlah wanita telanjang dengan rambut acak-acakna, kumal berdebu. Segera Khalid menebasnya dengan pedang hingga membunuhnya. Khalid kembali dan menceritakan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam kejadian tersebut, beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda [yang artinya], "Itulah 'Uzza."

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu, Khalid dipercaya untuk memimpin pasukan dalam misi-misi besar. Beliaulah komandan pasukan dalam memerangi orang-orang yang murtad, nabi palsu Musailamah Al Kadzdzab, dan mernyerang Romawi dan Persia. Hingga ketangguhan pasukan kaum muslimin dalam pertempuran tersebut menggentarkan para musuh Allah. Melalui tangan Khalid Radhiyallahu 'Anhu pula, Allah menganugerahkan kepada kaum muslimin ditundukannya kota Damaskus. Inilah mukjizat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda [yang artinya], "Sebaik-baik hamba Allah dan sebaik-baik saudara adalah Khalid bin Al Walid sebuah pedang dari pedang-pedang Allah yang Allah hunus atas orang-orang kafir."

Khalid bin Al Walid Radhiyallahu 'Anhu kembali ke haribahan Rabb-nya pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu di daerah Himsh pada tahun 21 atau 22 H. Beliau wafat di atas ranjang beliau, setalah berperang hingga seratus kali menyambung nyawa mengharap kesyahidan di ujung pedang musuh-musuh Allah. Beliau Radhiyallahu 'Anhu berkata menjelang wafatnya, "Tidak ada sejengkal pada badanku kecuali pasti terdapat bekas luka sabetan pedang, tikaman tombak, atau tancapan anak panah. Namun, inilah aku sekarang mati di atas ranjangku sebagaimana matinya seorang yang tidak pernah meninggalkan rumah. Maka semoga mata orang-orang pengecut itu memperhatikannya [bisa mengbil pelajaran-pen]."

Dengan penuh kerendahan hati, beliau Radhiyallahu 'Anhu juga mengatakan, "Aku telah berusaha mencari mati syahid dalam medan pertempuran, namun tidak ditakdirkan untukku kecuali mati di atas tempat tidurku. Tidak ada sedikit pun dari amalanku yang aku harapkan setelah Laa ilaaha illallaah, selain suatu malam yang langit menurunkan hujannya sampai subuh, aku memakai tameng untuk menyerang orang-orang kafir. Apabila aku mati, maka jadikan pedang dan kudaku sebagai bekal perang di jalan Allah." Semoga Allah meridhainya.

Demikian sekelumit kesabaran perjuangan seorang shahabat dalam minggikan kalimat Allah di muka bumi. Rela bermandi darah dalam menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dia mengorbankan segenap jiwa dan raga dalam meraih janji surga. Semoga kita bisa mengabil  pelajaran dan keteladanan dari beliau Radhiyallahu 'Anhu..

Allahu a'lam. [farhan]

Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu...

 
Allah yang Maha Mulia berfirman [yang artinya],

"Jikalau kalian tidak menolongnya [Nabi Muhammad], maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, [yaitu] ketika orang-orang kafir [musyrikin Makkah] mengeluarkannya [dari Makkah] sedang dia salah seorang dari dua orang. [Yaitu] ketika keduanya berada dalam gua, di waktu itu [Nabi Muahmmad] berkata kepada sahabatnya, "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepadanya [Abu Bakar] dan membantunya dengan tentara yang kalian tidak melihatnya, dan Allah menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah, dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [Q.S At Taubah; 40]

Ayat yang agung ini menunjukan salah satu keutamaan terbesar dari sekian banyak keutamaan Abu Bakar Ash Shidiq Radhiyallahu 'Anhu. Allah Subhanahu wa Ta'ala sebutkan eratnya persahabatan Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu dalam sebuah ayat yang khusus, sebagai penegasan keutamaan beliau yang tidak dimiliki oleh sahabat yang lain. Seandainya beliau tidak memiliki keutamaan selain yang disebutkan dalam ayat ini, cukup bagi beliau untuk menikmati kekalnya keindahan persahabatan dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di surga. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berdabda [yang artinya], "Abu Bakar sahabatku, yang menenangkan jiwaku ketika di dalam gua [Tsur]." Masya Allah.

Nama dan nasab beliau secara lengkat adalah Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah 'Utsam bin Amir bin Kaab bin Sa'd bin Taim bin Murah bin Ka'b bin Luay Al Qurasyi At Tamimi. Terkenal dengan nama Abu Bakar Ash Shiddiq. Ibunda beliau adalah Ummu Al Khair Salma binti Amir, yaitu sepupu ayahanda beliau. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pada kakek keenam.

Beliau dikenal juga dengan nama 'Atiq yang artinya terbebaskan. Menurut sebagian riwayat, hal ini karena Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Sallam bersabda ketika melihat beliau, "Siapa yang ingin melihat orang yang terbebas dari neraka, lihatlah orang ini." Sebagian ulama lain mengatakan bahwa sebutan ini dikarenakan 'ataqah [keelokan] wajah beliau. Adapun gelar Ash Shidiq beliau sandang karena beliau selalu dan segera membenarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam seluruh apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tanpa terkecuali. Saat kaum musyrikin mengingkari kisah Isra', beliau [Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu] membenarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Saat para shahabat lain pada awalnya kurang bisa menerima butir-butir perjanjian Hudaibiyah, Abu Bakar Ash-Shidiq Radhiyallahu 'Anhu tetap kokoh bahwa apapun dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah kebenaran. Ya, dikarenakan hal inilah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam marah ketika ada seorang shahabat yang terlibat sengketa dengan Abu Bakar. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda [yang artinya], "Sesungguhnya Allah mengutusku sebagai Rasul di antara kalian. Kemudian kalian mengatakan 'Engkau dusta' sedangkan Abu Bakar mengatakan 'Engkau benar', Abu Bakar telah membantuku dengan jiwa dan hartanya, apakah kalian akan meninggalkan shahabatku ini?" MasyaAllah, Rasul pun membela dirinya.
Beliau terlahir ke alam dunia, medan tempaan dan ujian ini, dua tahun enam bulan setelah tahun gajah, dua tahun lebih muda daripada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Pada zaman jahiliah, beliau adalah pedagang kaya, dermawan lagi baik pada sesama, seorang yang dicintai kaumnya, memiliki kedudukan, dan termasuk jajaran pemuda Quraisy. Beliaulah yang dipercaya dalam hal diyat, yaitu pengurusan denda pada kasus pembunuhan atau melukai orang. Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu bersahabat dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sejak sebelum beliau diangkat menjadi Nabi. Maka beliaupun mendapatkan dahsyatnya berbagai intimidasi dari musyrikin Quraisy pada awal Islam. Asma' binti Abu Bakar Radhiyallahu 'Anha, putrinya, berkisah bahwa ia pernah melihat siksaan musyrikin Quraisy terhadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang sangat hebat. Maka datanglah Abu Bakar dan berkata, "Apakah kalian akan membunuh orang karena ia mengatakan, 'Rabb-ku adalah Allah?' Padahal telah datang bukti-bukti kebenarannya dari Rabb kalian." Maka segera mereka berpaling dan memukuli Abu Bakar. Demikianlah keimanan yang telah terpatri kokoh dalam jiwa. Kemuliaan di mata manusia tak ia pedulikan, gemerlap kemewahan dunia tak ia hiraukan, keselamatan jiwa raga tak ia indahkan, demi mempertahankan hidayah yang tak terbeli, meraih keutamaan abadi, bersanding dengan Nabi di alam abadi. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda [yang artinya], "Ya, aku mengharap engkau termasuk orang yang dipanggil dari seluruh pintu surga, wahai Abu Bakar." Adakah harapan yang lebih terwujud dari harapan seorang Nabi? Apalagi beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menegaskan, "Abu Bakar di surga." Allahu akbar.

Abu Bakar selalu mendampingi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam semasa hidup beliau, berkhidmat dan berkorban dengan segala yang ada; harta. bahkan jiwa, untuk mendukung dakwah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Acuh, tanpa peduli dengan dunia. Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu mempersaksikan, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah memerintahkan kami untuk bersedekah. Pada saat itu kebetulan aku memiliki harta. aku berkata pada diriku, 'Apabila sehari saja aku bisa mengungguli Abu Bakar, maka itu adalah hari ini. Akupun membawa separuh hartaku. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda [yang artinya], 'Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu? 'Sejumlah sama dengan yang aku sedekahkan ini, ya Rasulullah.' jawabku. Tidak lama, datanglah Abu Bakar membawa seluruh hartanya. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya, "Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?" Abu Bakar menjawab, "Aku tinggalakn Allah dan Rasul-Nya untuk mereka." Aku pun mengatakan, "Demi Allah, aku tidak akan mampu mengunggulinya selama-lamanya."

Kecintaan Abu Bakar kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi segala-galanya, telah mendarah daging, tak terpisahkan dengan jiwanya. Dalam medan perang beliau selalu melindungi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, menjadi tameng untuk kekasihnya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pun bersabda [yang artinya], "Manusia yang paling berjasa dalam persahabatan dan bantuan hartanya adalah Abu Bakar. Sendainya aku menjadikan khalil [kekasih] selain Allah, pasti aku akan memilih Abu Bakar." MasyaAllah. Ya Allah kumpulkanlah kami bersama mereka di surga-Mu.

Kesabaran dan kearifan Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu sangat nampak saat menghadapi musibah terbesar dalam beliau, yaitu ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam wafat, saat shahabat yang lain terguncang hebat, hingga sebagian tidak mampu menguasai diri. Dikisahkan, saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam wafat, Abu Bakar memeluk beliau sambil menangis, kemudian keluar menemui kaum muslimin dan mengatakan, "Wahai sekalian manusia, siapa yang menyembah Muhammad, seseungguhnya Muhammad telah wafat. Tatapi siapa yang menyembah Allah, sungguh Allah Maha Hidup tidak akan mati." Kemudian beliau membacakan ayat [yang artinya],

"Muhammad tiu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau terbunuh, kalian akan berbalik ke belakan [murtad]?"

[Q.S Ali Imran; 144].

Kaum musliman yang terpukul karena kematian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ini tercenung, seolah-olah belum pernah mendengar ayat ini sebelumnya. Maka kemudian tidak seorangpun kecuali membaca ayat ini.

Karena kepribadian mulia yang tercermin dari penggalan-penggalan cerita di atas, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pun mempercayakan urusan agama ini kepadanya, seperti memimpin rombongan haji tahun 9 hijriah, mengimami shalat ketika beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sakit, hingga ketika datang seorang perempuan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang beliau memerintahkan agar wanita tersebut kembali lagi menemui belaiu. Wanita tersebut mengatakan, "Ya Rasulullah, bagaimana jika engkau tidak ada -seolah-olah wanita tersebut memaksudkan seandainya beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam wafat-?" Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Apabila engkau tidak mendapatkanku, maka temuilah Abu Bakar." Berdasarkan hadits inilah, Imam Syafi'i mengatakan bahwa ini adalah dalil yang menunjukan kekhalifahan setelah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu.

Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu mengemban kekhalifahan selama dua tahun lebih sekitar tiga bulan. Beliau melaksanakan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Beliau Radhiyallahu 'Anhu memerangi orang-orang murtad, beliau pula yang memerangi orang-orang yang tidak mau membayar kewajiban zakat, hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala menampakkan kemuliaan agama-Nya.

Di antara sekian banyak keutamaan Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu yang lain adalah pengumpulan Al Quran yang pertama, sebelum dikumpulkan kembali oleh Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu. Masya Allah..

Abu Bakar Ash Shiddiq wafat pada usia yang ke 63, sama dengan kekasihnya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Saat beliau sakit menjelang wafat, dikatakan kepada beliau, "Apakah sudah ada dokter yang memeriksamu?" "Sudah." Jawab beliau. Kemudian beliau ditanya, "Apa katanya?" Ia menjawab, "Allah Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya." [Q.S Al Buruuj; 16]

Demikian tawakal penuh beliau kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tawakkal yang muncul dari keimanan dan ketaqwaan yang mencapai tingkatan tertinggi dari kalangan umat ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala meridhai beliau.

Saudaraku kaum muslimin, semoga Allah selalu menjaga kita semua, membaca dan merenungi keutamaan shahabat yang mulia ini tidak habis-habis dan tidak akan bosan. Namun, pada lembaran yang terbatas ini, semoga bisa menyampaikan ibrah keteladanan dari pribadi-pribadi para shahabat. Akhrinya, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengumpulan kita dengan mereka di surga-Nya kelak Aaminn. Allahu a'lam. [farhan]

Singa padang pasir Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu..

Tiada habis kata menggambarkan kemuliaannya. Goresan tinta para sejarawan tidak mampu melukiskan kebesaran namanya. Nama beliau begitu harum dalam semerbak keindahan Islam. Figur pejuang sejati yang membawa Islam pada puncak kejayaan. Beliau menyebabkan Islam sangan berwibawa di hadapan para musuh. Beliaulah Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu, shahabat termulia nomer dua setelah Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu. Seorang shahabat Nabi, Abudllah bin Mas'ud menuturkan, "Masuknya Umar ke dalam Islam adalah kemenangan, hijrahnya beliau adalah pertolongan, dan kepemimpinan beliau adalah rahmat. Sebelumnya kami tidak pernha shalat di hadapan Ka'bah sampai Umar masuk Islam. Ketika beliau masuk Islam, beliau berani melawan Quraisy sehingga mampu shalat di hadapan Ka'bah. Maka kita pun shalat di hadapan Ka'bah bersama belaiu."
 
Nama beliau adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Rabah bin Abdullah Al Qurasyi Al Adawi, berkunyah Abu Hafsh. Beliau lahir 13 tahun setelah tahun gajah. Beliau termasuk orang Quraisy yang mulia, sehingga pada masa jahiliyyah dipercaya sebagai utusan dalam berbagai misi perdamaian. Beliau adalah sosok yang kokoh dan pemberani dalam mewujudkan tekadnya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pun berdoa [yang artinya], "Ya Allah, muliakanlah Islam dengan orang yang Engkau cintai; Umar bin Al Khaththab atau Abu Jahl bin Hisyam." Maka Umar lah yang Allah cintai. Doa Sang Nabi pun terkabul, Abdullah bin Mas'ud mempersaksikan, "Kami senantiasa dalam kemuliaan semenjak keislaman Umar bin Khaththab." Beliau adalah orang yang banyak memiliki keutamaan. Banyak buah pikirannya yang kemudian dibenarkan oleh wahyu, seperti mengenai tawanan perang badar, hijab, pengharaman khamr, maqam Ibrahim dan yang lainnya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pun bersabda [yang artinya], "Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lisan dan qalbu Umar."
 
Dalam hadits lain beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda [yang artinya],
 
"Dahulu pada umat sebelum kalian ada orang-orang yang diberikan ilham. Apabila pada umat ini ada satu orang saja, tentu Umar bin Al Khaththab."
 
Para ahli sejarah meriwayatkan kisah masuknya Umar bin Al Khaththab dari cerita beliau sendiri. Beliau berkisah, "Suatu hari aku pergi mencari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Aku mendapati beliau telah mendahuluiku di Masjidil Haram. Aku pun berdiri tepat di belakang beliau. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mulai membaca surat Al Haqqah sehingga aku sangat terkagum-kagum dengan pengaruh Al Qur'an. Aku pun mengatakan, 'Demi Allah ini adalah sihir sebagaimana yang dikatakan orang-orang Quraisy.' Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam membaca ayat [yang artinya], 'Sesungguhnya ucapan ini adalah benar-benar wahyu [Allah yang diturunkan kepada] Rasul yang mulia, dan bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya.' [Q.S Al Haqqah; 40-41]. Aku pun mengatakan, 'Kalau bukan, berarti ini adalah perkataan dukun.' Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam membaca ayat-Nya [yang artinya], 'Dan bukan pula perkataan dukun, sedikit sekali kalian mengambil pelajaran daripadanya.' [Q.S Al Haqqah; 42]. Sampai beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menyelesaikan surat tersebut. Maka saat itulah Islam benar-benar menancap dalam hatiku."
 
 
 
 
Umar bin Khaththab masuk Islam setelah 40 orang laki-laki dan 11 orang wanita. Beliau benar-benar bersungguh-sungguh dalam mewujudkan keislamannya. Beliau senantiasa berada di sisi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menggembleng dan menempa keimanan serta ketaqwaan untuk menggapai berbagai keutamaan. Beliau termasuk orang yang pertama berhijrah, ikut seta dalam perang Badr, Bai'atur Ridhwan [sumpah setia mempertaruhkan jiwa raga untuk menuntut darah Ustman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu yang diisukan terbunuh, demi kemuliaan Islam], dan seluruh peperangan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Pun demikian, beliau adalah orang yang sangat tawadhu' dan tidak pernah merasa bangga terhadap amalan-amalannya. Beliau pernah mengatakan, "Aku tidak pernah mengungguli Abu Bakar dalam satu kebaikan. Sungguh aku berharap, aku hanyalah sehelai rambuk di dada Abu Bakar."

 
Demikianlah, Umar senantiasa merasa khawatir terhadap amalannya meskipun telah banyak memberikan sumbangsih terhadap kaum muslimin. Sampai-sampai beliau bertanya kepada Hudzaifah Radhiyallahu 'Anhu -satu-satunya shahabat yang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam beritahu siapa saja orang-orang munafik di kala itu- apakah dirinya termasuk  dalam daftar tersebut. Hudzaifah Radhiyallahu 'Anhu pun menjawab, "Tidak, dan aku tidak akan menjawab pertanyaan ini setelah engkau selama-lamanya." Masya Allah..
 
Beliau ditunjuk sebagai khalifah menggantikan khalifah sebelumnya, Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu, pada tahun 13 H. Beliau menundukan diri beliau seperti keumuman kaum muslimin, sederhana dan selalu bersahaja. Beliau mengemban amanah kekhalifahan ini dengan sebaik baiknya, adil, dan bijaksana. Khalifatur Rasyid Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu sangat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya. Beliaulah khalifah pertama yang membuat dan menetapkan daftar gaji para tentara untuk kemakmuran mereka. Dalam masa kekhalifahan beliau selama 10 tahun, 6 bulan lebih 4 atau 5 hari, Islam banyak menaklukan daerah dalam misi penyebaran dakwah. Sehingga, rahmat dan kasih sayang Islam merata ke penjuru negri Syam, Irak, dan Mesir.
 
Menurut sebagian riwayat, beliau meninggal pada umur yang ke-63 sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu. Beliau meninggal sebagai syahid karena ditikam saat mengimani shalat shubuh oleh Abu Lu'luah Al Majusi budak Mughirah bin Syubah Radhiyallahu 'Anhu. 'Amr bin Maimun mengisahkan tragedi musibah besar terbunuhnya Umar Radhiyallahu 'Anhu, tidak ada yang menghalangiku untuk shalat pada shaf awal kecuali karena segan terhadap beliau. Beliau adalah orang yang sangat berwibawa. Ketika itu aku berada pada shaf kedua. Tiba-tiba Abu Lu'luah menikam beliau beberapa kali." Disebutkan bahwa 13 orang menjadi korban pembunuhan tersebut yang kemudian dia bunuh diri dengan menikamkan pisaunya sendiri. Abdurahman bin 'Auf Radhiyallahu 'Anhu lalu maju mengimami shalat menggantikan Umar dengan membaca surat pendek.
 
 
 
Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu menuliskan dalam cincinnya, "Cukuplan kematian sebagai naihat wahai Umar." Beliau berpulang menghadap Rabb-nya setelah melaksanakan kekhalifahan dengan sebaik-baiknya. Semua shahabat memuji beliau.
 
Menjelang Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu wafat, 'Ali bin Abi Thalib Rahdiyallahu 'Anhu mengatakan, "Engkau tidak meninggalkan seorang pun yang lebih aku inginkan amalanya sebagai bekal menghadap Allah sebagaimana amalanmu. Demi Allah, aku yakin Allah akan mengumpulkanmu bersama dua shahabatmu [Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu]. Betapa sering aku mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar," "Aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar," "Aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.'" Bahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri telah menegaskan tentang keutamaan Umar dalam sabda beliau [yang artinya],
 
"Seandainya setelahku ada Nabi, tentu ia adalah Umar."
 
Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu dimakamkan di dekat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar Radhilayallahu 'Anhu setelah beliau meminta izin kepada Ummul Mukminin 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Semoga Allah meridhai beliau.
 
Keutamaan beliau sangatlah banyak, lembaran-lembaran ini tidak akan cukup untuk menyebutkannya. Tetapi yang sedikit ini, semoga bisa menumbuhkan cinta kita kepada beliau. Dengan cinta ini kita harapkan Allah akan mengumpulkan kita bersama beliau. Imam Al Bukhari meriwayatkan dalam Shahih beliau dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, beliau mengatakan, "Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tentang hari kiamat. Ia mengatakan, 'Kapankah terjadinya hari kiamat?' Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam balik bertanya, 'Apa yang engkau persiapkan untuk menyambutnya?' Ia menjawab, 'Tidak ada, hanya saja aku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.' Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda [yang artinya], 'Engkau bersama siapa yang engkau cintai.' Anas Radhiyallahu 'Anhu mengatakan, "Maka tidak ada yang lebih membahagiaan kami dari pada sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam [yang artinya], 'Engkau bersama siapa yang engkau cintai.' Maka aku cinta Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar. Aku berharap dibangkitkan bersama mereka karena kecintaanku kepada mereka ini, walaupun aku tidak mampu beramal sebagaimana amalan mereka."
 
Sebagai penutup tulisan ringkas ini kita katakan: kita cinta pun mencintai Allah, kita mencintai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, kita mencintai Abu Bakar, Umar dan seluruh shahabat yang mulia. Semoga dengan kecintaan ini, kita dikumpulkan bersama mereka, walaupun kita tidak mempu beramal seperti amalan mereka. Aamiin. Allau a'lam. [farhan]

Sedikit tentang Imam Bukhari....

Nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibnul Mughirah al Ju'fi al Bukhari. Beliau lahir di Bukhara tahun 194H. Dan beliau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari. Imam Bukhari adalah orang yang sangat berhati-hati dalam mencari rizki, selain itu juga, beliau adalah orang yang sangat berhati-hati dalam masalah dosa. Sesuatu yang dianggap orang lain ringan, tapi di hadapan beliau adalah perkara yang bisa membinasakan. Sebagaimana kita dapati dari sejumlah fragmen dari perikehidupan berikut ini.

"Maafkan kau wahai Abu Ma'syar!" Pinta Imam Bukhari kepada salah satu murid beliau yang buta.

"Apa salahmu?" Kata Abu Ma'syar Adh-Dharir.

"Aku pernah membacakan riwayat hadits. Ketika pandangan mataku tertuju padamu, aku mendapati seakan engkau begitu takjub dengan riwayat itu, sehingga kepalamu kau goyang-goyangkan, begitu juga kedua tanganmu. Aku tersenyum geli melihat tingkahmu wahai Abu Ma'syar." kata Imam Bukhari.

"Engkau aku maafkan, wahai Abu Abdillah. Semoga rahmat Allah selalu terlimpah untukmu." Jawab Abu Ma'syar.

Seorang muridnya mengisahkan, bahwa suatu ketika Imam Bukhari berada di dalam masjid. Terlihat oleh beliau seorang lelaki sedang mengibaskan jenggotnya. Rupanya ia sedang berusaha mengenyahkan benda kecil yang tersangkut di bawah bibirnya. Benda kecil itu pun jatuh bebas di lantai masjid. Hati Imam Bukhari begitu cemburu dengan sikap tidak adil lelaki tadi. Kenapa ia tidak menjaga kehormatan rumah Allah, sementara jenggotnya ia jaga sedemikan rupa? Aku lihat Imam Bukhari menatap tajam benda kecil yang tergeletak sambil mengamati kondisi sekitar. Nampak sekali bahwa ia ingin mengambil denga itu tanpa diketahui manusia. Ketika kesempatan datang, dengan cepat ia sambar benda itu lalu disimpan sementara di salah satu kantong bajunya. Ketika beliau keluar, barulah benda itu ia buang.


Beliau juga sangat berhati-hati dan jauh dari ghibah, yakni memperbincangkan kejelekan saudaranya. Beliau berkata, "Sejak aku tahu ghibah itu perkara yang diharamkan, aku belum pernah sekalipun berbuat ghibah. [Semoga] Di akhirat kelak, aku tidak punya musuh yang mengadukan diriku di hadapan Allah atas kezalimanku."

Adapun kritikan dan penilaian negatif yang beliau sebutkan dan beliau nukil dari ucapan para imam atas sejumlah perawi hadits, maka itu adalah bentuk pembelaan terhadap Sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dengan itu, terjagalah hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Suatu hari beliau keluar bersama sahabat-sahabatnya untuk berlatih memanah. Dalam hal itu, Imam Bukhari adalah orang yang sangat mahir tiada tanding. Al Warraq menuturkan, "Selama aku berteman dengannya, belum pernah aku mendapati anak panah yang melesat dari busur beliau meleset dari sasaran kecuali sekali. Tidak, bahkan bidikannya selalu tepat sasaran dan ia belum pernah terkalahkan."

Memanah adalah olah raga ketangkasan yang sangat dianjurakan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Demikian pula berkuda dan berenang. Oleh sebab itu, walaupun bukan ciri khas ulama, namun karena gelora untuk mengamalkan hadits yang telah beliau ketahui, Imam Bukhari sangat gemar menunggang kuda lalu pergi ke tanah lapang untuk berlatih memanah.

Abu Ja'far berkata lagi, "Saat kami di Firabra, kami pernah menunggang kuda untuk memanah bersama Al Bukhari. Kami berhenti di gerbang masuk menuju pelabuhan [sungai Waradah]. [Mulailah kami membidik sasaran]. Anak-anak panahpun melesat dari busur-busur kami. Dan anak panah Imam Bukhari tepat mengenai tali pancang jembatan yang membentang di atas sungai. Tali itu pun terbelah. Seketika itu beliau turun dari tunggangannya lalu mencabut anak panah itu dari tali pancang yang sudah terbelah. Dan beliau sudahi pertandingan itu."


"Mari kita pulang!" Ajak beliau kepada rekan-rekannya. Kami pun pulang bersamanya ke tempat tinggal kami.

"Aku butuh bantuanmu wahai Abu Ja'far!" Kata Imam Bukhari.

"Sampaikanlah, aku akan bantu!" Jawab Abu Ja'far.

"Perkara penting dan berat wahai Abu Ja'far!" Ujar beliau sambil mengela nafas panjang.

"Pergilah bersama Abu Ja'far, agar kalian bisa membantunya menunaikan permintaanku ini." Tambahnya.

"Apa gerangan wahai Imam?"

"Kau jamin bisa tunaikan permintaanku?"

"Ya, aku jamin!"

"Wahai Abu Ja'far, pergilah kepada pemilik jembatan itu! Beritahukan bahwa kita telah merusak salah satu tali pancangnya, oleh sebab itu mintalah izin kepadanya agar kita memperbikinya atau kita beri dia ganti rugi."

Ketika sampai kepada pemilik jembatan, yang ternyata adalah Humaid bin Al Akhdhar, ia mengatakan, "Sampaikan salam kepada Abu Abdillah [Bukhari], dan beritahukan bahwa aku telah memaafkannya. Apa yang aku miliki adalah tebusan untuknya."

Maka aku sampaikan pesan dari Humaid kepada Imam Bukhari. Seketika itu wajahnya berseri dan menampakan kegembiraan yang luar biasa. Sehingga pada hari itu, beliau membacakan 500 hadits kepada para pencari hadits dari luar Bukhara dan bersedekah 300 dirham.

Semoga bemanfaat...

Sedikit sejarah shalat lima waktu....


Apa kabar sahabat-sahabat semua? Semoga selalu baik dan selalu dalam perlindungan Allah. Untuk kali ini saya akan membawakan sedikit tentang sejarang shalat lima waktu. Selamat membaca yaa...

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih beliau, dari Shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda [yang artinya],

"Jibril membawakan kepadaku seekor 'Buraq' , yaitu sejenis hewan berwarna putih, lebih panjang dari keledai dan lebih pendek daripada baghal [baghal, hewan silang antara keledai jantang dan kuda betina]. Ia melompat sejauh mata memandang. Hewan itu lalau ku tunggangi sampai ke Baitul Maqdis. Sampai di sana hewan ku tambatkan di tambatan yang biasa digunakan para Nabi. Kemudian aku masuk ke dalam masjid dan shalat di situ  dua raka'at. Setelah aku keluar, Jibril datang membawa dua buah bejana, yang satu berisi khamar dan yang satu lagi berisi susu. Aku memilih susu. Kata Jibril, "Anda memilih yang benar." Kemudian kami dibawa ke langit. Lalu Jibril minta supaya dibukakan pintu. Jibril ditanya, "Anda siapa? Sahut Jibril, "Aku Jibril." Tanya, "Siapa bersama Anda?" Jawab, "Muhammad." Tanya, "Sudah diutuskah dia [menjadi Rasul]?" Jawab, "Ya, benar! Dia sudah diutus!" Setelah itu barulah pintu dibukakan untuk kami. Sekonyong-konyong aku berjumpa dengan Adam. Beliau mengaucapkan, "Selamat datang." kepadaku serta mendoakanku semoga beroleh kebaikan. Kemudian kami naik ke langit kedua. Jibril minta dibukakan pula pintu. Lalu dia ditanga, "Siapa Anda?" Jibril menjawab, "Aku Jibril!" Tanya, "Siapa bersama Anda?" Jawab, "Muhammad." Tanya, "Apakah dia sudah diutus?" Jawab, "Ya, dia sudah diutus!" Setelah itu barulah pintu dibukakan untuk kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang anak dan paman, yaitu 'Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria. Keduanya mengucapkan 'Selamat datang' kepadaku, serta mendoakan semoga kau beroleh kebaikan. Kemudian aku dibawa lagi naik ke langit ketiga. Jibril minta dibukakan pula pintu. Dia ditanya, "Siapa Anda?" Jawab, "Aku Jibril!" Tanya, "Siapa bersama Anda?" Jawab, "Muhammad!" Tanya, "Apakah dia sudah diutus?" Jawab, "Ya, sudah diutus!" Lalu pintu dibukakan bagi kami. Sekonyong-konyong kami bertemu dengan Yusuf, yang kecantikannya seperdua dari seluruh kecantikan yang ada. Dia mengucapkan 'Selamat datang' kepadaku, dan mendoakan semoga aku beroleh kebaikan. Sesudah itu kami dibawa naik ke langit keempat, Jibril minta supaya dibukakan pula. Dia ditanya, "Siapa anda?" Jawab, "Aku Jibril." Tanya, "Siapa bersama Anda?" Jawab, "Muhammad!" Tanya, "Apakah dia sudah diutus?" Jawab, "Ya, dia sudah diutus!" Setelah itu, barulah dibukakan untuk kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Idris. Dia mengucapkan 'Selamat datang' kepadaku, serta mendoakan semoga aku beroleh kebaikan. Firman Allah [yang artinya], "Kami naikan dia [Idris] ke tempat yang tinggi." [QS Maryam; 57]. Kemudian kami naik ke langit ke lima. Jibril minta dibukakan pintu. Dia ditanya, "Siapa Anda?" Jawab, Aku Jibril!" Tanya, "Siapa bersama Anda?" Jawab, "Muhammad!" Tanya, "Apakah dia sudah diutus?" Jawab, "Ya, sudah diutus!" Setelah itu pintu dibukakan untuk kami. Sekonyong-konyong aku bertemu dengan Harun. Dia mengucapkan selamat datang kepadaku, dan mendoakan semoga kau mendapat kebaikan. Kemudian kami naik ke langit ke enam. Lalu Jibril minta dibukakan pintu. Dia ditanya, "Siapakah Anda?" Jawab, "Aku Jibril!" Tanya, "Siapa bersama Anda?" Jawab, "Muhammad!" Tanya, "Apakah dia sudah diutus?" Jawab, "Ya, dia sudah diutus!" Sesudah itu barulah pintu dibukakan untuk kami. Sekoyong-konyong aku bertemu dengan Musa. Dia mengucapkan selamat datang kepadaku dan mendoakan semoga kau mendapatkan kebaikan. Kemudian kami naik ke langit ketujuh. Jibril minta dibukakan pula pintu. Dia ditanya, "Siapakah Anda?" Jawab, "Aku Jibril!" Tanya, Siapakah bersama Anda?" Jawab, "Muhammad!" Tanya, "Apakah dia sudah diutus?" Jawab, "Ya, dia sudah diutus!" Sesudah itu, lalu pintu dibuka untuk kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Ibrahim sedang bersandar di Baitul Ma'mur, di mana 70000 malaikat setiap hari masuk ke dalamnya dan mereka tidak pernah kembali lagi dari situ. Kemudian Jibril membawaku ke Sidratul Muntaha, mendapatkan sebatang pohon yang daunnya seperti telinga gajah, dan buahnya sebesar kendi. Setipa kali ia tertutup dengan kehendak Allah, ia berubah sehingga tidak satu pun makhluk Allah yang sanggup mengungkapkan keindahannya. Lalu Allah menurunkan wahyu kepadaku, mewajibkan shalat 50 kali sehari semalam. Sesudah itu aku turun ke tempat Musa. Musa bertanya, "Apa yang telah diwajibkan Tuhan-mu kepada umatmu?" Jawabku "Shalat 50 kali!" Musa," Kembali kepada Tuhan-mu, mintalah keringanan, karena umatmu tidak akan sanggup melakukannya. Aku sendiri telah mencoba terdapat Bani Israil." Kata Nabi, "Aku kembali kepada Tuhan-ku, lalu aku memohon, "Ya, Rabb! Berilah umatku keringanan!" Maka Allah menguranginya lima." Sesudah itu aku kembali kepada Musa. Kataku, "Allah menguranginya lima!" Kata Musa, "Umatmu tidak akan sanggup menunaikannya sebanyak itu. Karena itu kembalilah kepada Tuhan-mu dan mintalah keringanan." Kata Nabi selanjutnya, "Aku jadi berulang-ulang pulang pergi antara Rabb-ku Tabaraka wa Ta'ala dan Musa, sehingga akhirnya Allah berfirman, "Kesimpulannya ialah shalat lima kali sehari semalam. Bagi tiap-tiap satu kali shalat, sama nilainya dengan sepuluh shalat; maka jumlah nilainya 50 juga. Dan siapa yang bermaksud hendak berbuat kebaikan, tetapi tidak dilaksanakannya, dituliskan untuknya [pahala] satu kebaikan. Apabila dilaksanakannya, ditulis baginya [pahala] sepuluh kebaikan. Dan siapa bermaksud hendak berbuat kejahatan, tatapi tidak dilaksanakannya, tidak akan ditulis baginya apa-apa. Tetapi jika dilaksanakannya, maka ditulis baginya satu kejelekan. Sesudah itu turun kembali ke tempat Musa, lalu kuceritakan kepadanya apa yang difirmankan Rabb-ku itu. Kata Musa, "Kembalilah kepada Rabb-mu, dan mintalah keringanan!" Jawab Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Aku telah berulang kali kembali kepada Rabb-ku meminta keringanan, sehingga aku malu kepada-Nya."
 
[Hadits riwayat Imam Muslim]
 
 
 
Selain itu juga ada hadits dari Shahabat Abudllah bin Umar Rahdiyallahu 'Anhuma yang berkata, aku dengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda [yang artinya],
 
"Islam dibangun di atas lima; syahadat bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, haji ke Baitullah, dan puasa bulan Ramadhan."
 
[Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim]
 
Semoga bermanfaat....

Jumat, 12 April 2013

Para pemburu ilmu... [Semoga Allah merahmati mereka semua]

Ilmu adalah sesuatu yang sangat berharga. Dengannya terbedakan antara yang benar dan yang salah. Dengannya pula, seseorang bisa menjalankan agamanya. Orang yang berilmu seakan tetap hidup walaupun telah tiada. Sang pemilik ilmu, tinggi derajatnya di dunia maupun di akhirat. Pantaslah banyak kisah pendahulu kita yang berjuang demi mendapatkannya. Berikut ini di antaranya:
 
1. Shahabat 'Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhuma.
 
Dahulu, sepeninggal Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Ibnu Abbas yang saat itu masih belia pernah mengajak salah seorang pemuda Anshar untuk mencari ilmu. Berguru kepada para shahabat. Katanya, selama masih banyak shahabat, kaum muslimin tidak butuh terhadap orang muda. Ibnu Abbas pun meninggalkannya. Beliau tidak surut. Beliau tetap menimba ilmu kepada para shahabat.
 
Penah beliau mendatangi seorang shahabat yang mendengar sebuah hadits langsung dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Sesampai di rumahnya, ternyata shahabat tersebut sedang qailulah [istirahat siang]. Ibnu Abbas menanti di depan rumahnya. Angin menerbangkan debu ke wajah beliau. Sampai akhirnya shahabat itu keluar. Tatkala melihat Ibnu Abbas, shahabat itu pun kaget dan bertanya, "Anak paman Rasulullah? Apa yang membuat engkau datang? Tidakkah engkau utus seseorang kepada saya, agar saya bisa mendatangimu." Dengan rendah hati beliau menjawab, "Tidak, saya yang berhak untuk mendatangimu. Telah sampai kepada saya suatu hadits darimua, bahwasannya engkau mendengar dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Maka saya ingin mendengarnya langsung darimu."
 
Setelah beberapa waktu, pemuda Anshar itu melihat orang-orang berkumpul di sekeliling Ibnu Abbas. Mereka menimba ilmu dari beliau, bertanya tentang permasalahan agama kepada beliau. Dia pun berkata, "Sejak dulu, pemuda ini lebih cerdas dari pada saya."
 
 
 
2. Imam Ahmad bin Hanbal.
 
Yahya bin Ma'in pernah bercerita, "Dulu aku bersama Ahmad bin Hanbal pergi ke Shan'a untuk mendengar hadits dari Imam penduduk Yaman, Abdur Razzaq bin Hammam Ash-Shan'ani. Dalam perjalanan itu pun kami melewati Makkah. Kami pun melaksanakan haji bersama kum muslimin. Ketika thawaf, aku bertemu dengan Abdur Razzaq bin Hammam Ash Shan'ani. Ternyata tahun itu beliau juga melaksanakan haji. Aku pun mengucapkan salam dan ku kabarkan bahwa aku bersama Ahmad bin Hanbal. Lalu beliau mendoakan kebaikan untuknya."
 
Ibnu Ma'in melanjutkan, "Aku kembali menemui Ahmad, dan aku katakan padanya, 'Sungguh Allah telah telah dekatkan langkah kita. Allah ringankan bekal kita dan bebaskan kita dari perjalanan selama sebulan. Ternyata Abdur Razzaq ada di sini. Ayo kita dengarkan haditsnya di sini.' Namun ternyata Ahmad berkata, "Aku telah berniat semenjak di Baghdad untuk mendengar hadits dari Abdur Razzaq di Shan'a. Demi Allah aku tidak akan merubah niatku selamanya."
 
Maka setelah selesai menunaikan haji, kami pergi ke Shan'a. Setiba di sana Ahmad kehabisan bekal. Lalu Abdur Razzaq menawarkan harta kepadanya, namun ia menolak. Dia juga tidak mau menerima bantuan dari seorang pun. Dia bekerja membuat tali celana, dan makan dari hasil pekerjaan tersebut."
 
Ibnu Jauzi berkata, "Sungguh Imam Ahmad telah mengelilingi dunia sebanyak dua kali, sampai beliau menulis kitab beliau yaitu Al Musnad." [Ummu Umar]....
 

Sekilas tentang kitab Shahih Muslim....

Al Ustadz Abu Abdirrahman Hammam.
 
Dalam Islam, setelah kitab Al Quran, ada kitab-kitab hadits sebagai sumber rujukan ilmu yang meriwayatkan ucapan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Para ulama dahulu dan sekarang telah bersepakat bahwa kitab yang paling dipercaya setelah Al Qur'an adalah kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Kali ini akan dibawakan sedikit tentang kitab Shahih Muslim.
 
Shahih Muslim, demikian kitab ini dikenal oleh kaum muslimin. Nama asli kitab ini adalah Al-Musnad As-Shahih Al-Mukhtashar Minas -Sunan Bin-Naqli Al-'Adl 'Anil 'An Rasulillah. Dalam bahasa kita kurang lebih maknanya "Hadits shahih yang bersambung rantai sanadnya. Teringkas dari hadits-hadits [yang sangat banyak], dari penukilan orang-orang yang terpercaya, sampai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam."
 
Kitab ini ditulis oleh Imam Muslim. Nama lengkap beliau Muslim bin Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi An Naisaburi. Beliau berkunyah Abul Hasan. Berliau berasal dari negeri Naisabur, yang sekarang ini termasuk wilayah Rusia. Al Imam Dzahabi menyebut beliau muhsin Naisaburi yang banyak memberikan kebaikan, atas prestasi dan kesungguhan beliau bagi Islam dan kaum muslimin.
 
Shahih Muslim memuat hadits-hadits shahih yang merupakan saringan dari sejumlah 300.000 hadits yang dihafal dan dianggap shahih oleh Al Imam Muslim. Dari sejumlah besar hadits itu, beliau memilih 3030 hadits, atau dalam pendapat lain 4000 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangannya berjumlah sekitar 10.000 hadits.
 
 
 
 
Dengan penuh kesungguhan, beliau menulis kitab Shahih ini selama 15 tahun. Imam Muslim telah mengerjakan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, serta membandingkan riwayat-riwayat itu satu sama lain. Beliau sangat teliti dan hati-hati dalam memilih lafazh-lafazh hadits yang ingin beliau cantumkan. Lebih dari itu, beliau memberikan isyarat perbedaan antara lafazh tersebut. Maka akhrinya lahirlah kitab Shahih ini.
 
Tentang ketelitian beliau ini, tersirat dari ungkapan beliau sendiri, "Tidaklah aku mencantumkan sebuah hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan. Tidak pula aku menggugurkan suatu hadits, melainkan dengan alasan pula." Demikianlah. Sebuah kitab agung, luas dan dalam kandungan maknanya. Seolah laut lepas tak bertepi. Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan kebahagiaan beliau, "Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahuh, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad [shahih] ini."
 
Kitab Shahih Muslim memiliki karakteristik tersendiri, berbeda dengan metode Imam Al Bukhari. Imam Muslim tidak mencantumkan judul-judul dalam setiap pokok bahasan untuk menegaskan pelajaran yang terdapat dalam hadits yang beliau sebutkan. Namun, beliau lebih memilih untuk menyebutkan tambahan-tambahan lafazh pada hadits pendukungnya. Sehingga, dalam menuliskan satu hadits pokok, beliau tambahkan hadits-hadits penguat lain untuk menjelaskan kandungan ilmu dari hadits tersebut. Sederhananya, beliau ingin menjelaskan hadits dengan hadits yang lain.
 
 


Adapun Imam Bukhari, beliau menyebutkan judul bab untuk menyebutkan kandungan hadits, tanpa menyebutkan hadits penguatnya. Imam Al Bukhari memotong hadits sesuai dengan tema bab. Sementara Imam Muslim menuliskan satu hadits secara utuh. Sehingga, kita akan sering menemui pengulangan satu hadits dalam Shahih Al Bukhari. Walaupun dua kitab ini berbeda dalam sistematika penyusunannya, namun Imam Muslim banyak terpengaruhi oleh metode penulisan gurunya, Imam Bukhari.

Para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan Shahih Bukhari. Kebanyakan ahli hadits berpendapat bahwa Shahih Bukhari lebih unggul. Sedangkan sejumlah ulama lain lebih mengunggulkan Shahih Muslim. Hal ini menunjukan perbedaan tipis antara dua kitab shahih tersebut. Dalam sistematika penulisan, Imam Muslim lebih unggul. Namun, dari segi ketatnya syarat keshahihan, Shahih Al Bukhari lebih utama. Yang jelas disepakati, bahwa kedua kitab hadits shahih ini sangat berperan dalam standarisasi bagi akurasi akidah, syariah fiqih, dan semua bidah ilmu dalam Islam.

Namun yang harus dicatat, bahwa Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tidaklah memuat semua hadits shahih. Al Imam Bukhari hanya memasukan sebagian hadits shahih yang beliau hafal. Adapun Al Imam Muslim, beliau menegaskan bahwa beliau hanya menyusun hadits-hadits populer di kalangan ulama dan disepakati keshahihannya. Sehingga, masih banyak hadits yang shahih di luat kitab shahih tersebut.

Kiranya, cukuplah kesepakatan umat, bahwa kedua kitab tersebut adalah kitab paling shahih di bawah kolong langit setelah Al Qur'an sebagai keistimewaan tersendiri dari dua kitab ini.

Referensi;

1. Al Mandhumah al Baiquniyyah.

2. Taisir Musthalahil Hadits Al Ba'itsul Hatsits.